PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang diberi akal
pikiran. Akal pikiran yang dimiliki manusia mampu dimaksimalkan oleh makhluk
paling terbaik yang diciptakan. Salah satu bukti besar manusia memiliki akal
pikiran adalah kemajuan peradaban manusia yaitu teknologi. Kemajuan pembangunan
saat ini termasuk dalam bidang teknologi menunjukkan dampak positif dari logika
manusia yang mampu bereksplorasi.
Namun teknologi yang mempermudah jarak tempuh serta menghemat
waktu, materi, dan tenaga untuk manusia dalam berkomunikasi atau mendapatkan
informasi mempunyai sisi lain. Layaknya sebuah keping uang pasti memiliki dua
sisi yang berbeda, teknologi juga mempunya sisi negatif. Ketika ada kebaikan
pastinya ada kejahatan begitu jugalah fakta yang sulit untuk ditampik atas
kemajuan teknologi saat ini. Disaat begitu mudah untuk mengakses dunia maya
melalui internet. Ternyata juga dipergunakan untuk mengambil keuntungan melalui
cara yang tidak baik oleh oknum tertentu.
Cybercrime
atau kejahatan melalui dunia maya terus berkembang seiring dengan kemajuan
peradaban manusia melalui teknologi. Tugas penting tidak hanya untuk pemerintah
maupun aparat hukum demi tercapainya pengentasan cybercrime. Masyarakat
juga berperan dalam mencari solusi serta mampu saling bergandengan tangan
antara pemerintah, aparat hukum serta masyarakat dalam penyelesaiannya.
Pemerintah tidak bisa dibiarkan bertepuk sebelah tangan melakukan tugas
meminimalisir bahkan menghapus cybercrime dari bumi Indonesia. Begitu
juga dengan aparat hukum dan masyarakat. Pemerintah tidak bisa menyalahkan
masyarakat tidak taat hukum, aparat hukum juga tidak bisa menyalahkan
pemerintah yang korup dan masyarakat yang tidak taat hukum serta masyarakat juga
tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah serta aparat yang tidak bisa
mensejahterakan rakyat dan menegakkan hukum. Namun sebaliknya ketiga pihak
tersebut haruslah saling berperan aktif dan mendukung.
Langkah nyata dan menunjukkan transparansi adalah hal yang harus
dilakukan pemerintah serta aparat hukum saat ini. Sehingga, masyarakat tidak
ragu atas kinerjanya. Janji dan wacana sudah tidak lagi dibutuhkan oleh
masyarakat. Dalam hal ini penulis sebagai salah satu anggota masyarakat ingin
memberikan salah satu solusi bagaimanakah seharus yang dilakukan untuk
memberantas cybercrime yang berkembang layak korupsi di Indonesia yang
belum juga menemukan titik terang.
Komputer adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari cybercrime.
Kemudian teknologi komputer berkembang dalam bentuk berupa computer network.
Perkembangan tersebut menciptakan ruang komunikasi dan informasi yang
mendunia yang disebut internet. Pemakaian teknologi komputer, telekomunikasi,
dan informasi mendorong berkembangnya transaksi melalui internet di dunia.
Transaksi dunia maya menjadi lahan basah terjadinya cybercrime. Karena
caranya yang mudah efektif dan efisien maka banyak perusahaan berskala dunia
yang memanfaatkan fasilitas internet. Seiring perkembangan internet tumbuh
transaksi-transaksi melalui elektronik atau on-line dari berbagai sektor.
Internet menjamur keseluruh dunia dan demikian halnya dengan cybercrime.
Teknologi berkembang pesat dalam pemanfaatan internet hingga lahirnya anak tiri
dari teknologi yaitu kejahatan dan cybercrime merupakan perkembangan
dari computer crime.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan selanjutnya maka
yang menjadi pokok pembahasan sebagai berikut:
- Apakah yang melatarbelakangi lahirnya cybercrime?
- Mengapa cybercrime tetap saja eksis meski sudah dilahirkannya peraturan mengenai cybercrime?
- Bagaimana problem solving atas cybercrime di Indonesia yang semakin meningkat?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Cybercrime
pada dasarnya mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan yang
dilakukan melalui eksploitasi celah keamaanan dari sebuah teknologi yang
digunakan dalam sebuah sistem. Sedangkan dalam wikipedia disebutkan bahwa cybercrime
adalah istilah yang mengacu kepada aktifitas kejahatan dengan komputer
atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.
Terjadinya cybercrime termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain
adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu
kredit, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi, dan
lain-lain. Cybercrime berasal dari kata cyber yaitu berarti dunia
maya dan crime yang berarti kejahatan, kesalahan, salah. Secara harafiah
cybercrime dapat diartika sebagai kejahatan dunia maya.
Teknologi berkembang dengan adanya jaringan komputer global
(internet) yang melahirkan dunia baru yang disebut cyberspace, sebuah
dunia baru dalam komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas virtual.
Dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer pada tahun 1984 pertama
kali dikenal istilah cyberspace. Istilah cyberspace tersebut
menjelaskan dunia yang terhubung langsung (online) ke internet oleh Jhon
Perry Barlow pada tahun 1990. Jika ditelaah dari kata asalnya (etimologis),
cyberspace merupakan suatu istilah baru yang berarti internet yang dianggap
sebagai sebuah daerah imajiner/khayal tanpa batas dimana akan bertemu dengan
orang lain dan menemukan informasi tentang banyak hal. Cyberspace juga dapat
diartikan sebagai sebuah elektronik yang menjadi perantara jaringan komputer
dimana komunikasi online dilakukan. Berdasarkan pengertian diatas bahwa makna
yang terkandung dari cyberspace tidak terbatas pada dunia yang tercipta
ketika terjadi hubungan melalui internet.
Selain menghasilkan berbagai hal positif teknologi komputer
ternyata juga menghasilkan berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan cyberspace.
Hal negatif dari teknologi tersebut kemudian melahirkan cybercrime. Computer
crime meski berbeda dari cybercrime tetapi keduanya memiliki
hubungan yang erat. Kejahatan komputer dapat diakibatkan oleh berbagai macam
kejahatan dalam bentuk penyerangan, aktifitas, atau isu. Hal itu diketahui
sebagai sebuah kelompok kejahatan yang memakai komputer sebagai alat dan
melibatkan hubungan secara langsung antara penjahatnya dan komputer. Tidak ada
jaringan internet yang dilibatkan, atau hanya terbatas jaringan yang disebut Local
Area Network (LAN) atau jaringan daerah lokal.
Kejahatan dan dunia maya memiliki hubungan melalui internet online
yang berarti kejahatan dapat juga dilakukan dinegara lain. Karena
jaringan dari internet yang global dan juga berdampak pada hukum di berbagai
negara didunia. Cybercrime mayoritasnya dilakukan oleh cracker.
Robert H’obbes’Zakon, seorang internet Evangelist membuat catatan bahwa hacking
yang dilakukan oleh cracker pertama kali terjadi pada tanggal 12
Juni 1995 terhadap The Spot dan tanggal 12 Agustus 1995 terhadap Crackers
Move Page. Dari catatan tersebut diketahui bahwa situs pemerintah Indonesia
pertama kali mengalami serangan cracker pada tahun 1997 sebanyak 5
(lima) kali.
Kegiatan hacking atau cracking adalah bentuk cybercrime
yang akhirnya melahirkan paradigma pemakai jasa internet bahwa cybercrime
adalah perbuatan yang merugikan bahkan amoral. Karena kerugian yang telah
didapatkan maka korban hacker menganggap cracker adalah penjahat.
B. Cybercrime di Indonesia
Di konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) terdapat beberapa aturan yang mengatur
mengenai teknologi informatika diantaranya:
Pasal 28C ayat (2) UUD
NRI 1945
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan menperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi mengingkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Pasal 28F UUD NRI 1945
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Pasal 31 ayat (5) UUD
NRI 1945
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Demi pengembangan dari informasi dan teknologi maka pemerintah
sudah memasukkannya dalam konstitusi Indonesia. Namun kejahatan juga malah ikut
berkembang seiring dengan perkembangan informasi dan teknologi. Bisa diambil
sampel website-website pemerintah yang beberapa kali di deface (rusak), maupun
memanfaatkan celah keamanan, dan saat pemilu yang beberapa kali server KPU
diserang dari berbagai daerah oleh para hacker, dan dewasa ini pembobolan ATM
dan kartu kredit yang sudah sering dilakukan.
PEMBAHASAN
A. Cybercrime di Indonesia
Joann L. Miller melakukan klasifikasi dari hasil pemikirannya
sendiri dengan membagi kategori white collar crime menjadi empat
kategori, yaitu:
- Organizational occupational crime
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau
resiko dari pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi.
- Government occupational crime
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau
resiko dari pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah.
- Profesional occupational crime
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau
resiko dari pekerjaan profesional.
- Individual occupatinal crime.
Kejahatan yang diakibatkan dari pekerjaan dan dampak negatif atau
resiko dari pekerjaan yang dilakukan oleh individu.
Agus Raharjo menyatakan pendapatnya kalau cybercrime dapat
dikatakan sebagai white collar crime dengan kriteria profesional
occupational crime berdasarkan kemampuan profesionalnya. Dalam kejahatan
dunia maya ini harus ada batas yang jelas termasuk dalam penerapan hukumnya.
Sebagaimana disebutkan oleh David I. Bainbridge pada saat memperluas hukum
pidana, harus ada kejelasan tentang limit pengertian dari suatu perbuatan baru
yang dilarang sehingga dapat dinyatakan sebagai perbuatan pidana serta bisa
juga dibedakan dengan suatu perbuatan perdata.
Indonesia adalah negara dengan kejahatan dunia maya tertinggi
didunia sebagimana dimuat dalam Kompas pada hari Rabu, 25 Maret 2009
tepatnya pukul18:50 WIB yang berjudul “Cyber Crime”, Indonesia Tertinggi di
Dunia. Faktor yang mendorong bisa terjadinya hal tersebut adalah karena di
Indonesia terdapat banyak aktivitas para hacker. Brigjen Anton
Taba, Staf Ahli Kapolri pada tahun 2009 memang menyatakan kebenaran bahwa
“Kasus cybercrime di Indonesia adalah nomor satu di dunia.”
Dewasa ini ditengah kondisi ekonomi yang sulit banyak terjadi
kasus pemalsuan kartu kredit dan pembobolan sejumlah bank. Tetapi hacker di
Indonesia tergolong sudah kelas kakap karena mayoritas aksinya dilakukan dengan
membobol bank-bank internasional dibandingkan dengan bank-bank dalam negeri.
Uzbekistan menduduki urutan kedua singgasana cybercrime tertinggi di dunia
setelah Indonesia.
Menjamurnya kejahatan layaknya panu di musim hujan. Tindak
kriminal dunia maya bergantung pada sumber daya hardware atau software dan/atau
pengguna teknologi memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya
keamanan di dunia maya. Setiap penyedia layanan internet serta pelanggan
internet akan menjadi target cybercrime sehinggga harus sedia payung
sebelum hujan. Harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang metode yang
biasanya seorang cybercrime lakukan dalam menjalankan aksinya.
B. Penanggulangan Cybercrime
di Indonesia
Salah satu cara yang sudah ditempuh di Indonesia untuk mengatasi
cybercrime adalah membuat peraturan mengenai cybercrime yaitu Undang-Undang No.
11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008
tentang ITE). Setiap undang-undang (UU) yang ada diterapkan dan berlaku
mengikat ke seluruh nusantara. Namun apabila kurang tegas pemerintah dan aparat
hukum dalam menerapkan serta minimnya budaya taat dan saat hukum masyarakat
semuanya akan sia-sia. Dengan kemajuan teknologi saat ini di Indonesia maka
harus dilakukan langkah preventif dan pemecahan masalah yang konkret,
diantaranya:
- Ketika sudah ada UU yang mengatur mengenai teknologi yaitu UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Namun penerapannya masih cenderung dipandang sebelah mata. Karena faktanya masih marak terjadi cybercrime di Indonesia. Maka saat ini bumi nusantara membutuhkan penerapan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu dan diperlukan UU yang lebih baik. Meski pada dasarnya konsep hukum sudah baik tetapi penerapannya masih jauh dari yang seharusnya.
- Cybercrime yang berlaku global maka tidaklah perli dipelihara budaya malu untuk meminta bantuan atau bekerja sama dengan pihak luar dan negara lain. Karena hacker dari negara lain juga sangat besar peluangnya untuk menyerang Indonesia begitu juga sebaliknya
- Hukum selalu kalah satu langkah dengan hal yang akan diatur, sama halnya dengan penyakit. Ketika ada penyakit maka akan dicari formula dan obat untuk mengobatinya. Demikian halnya dengan hukum sesuai asas legalitas bahwa tiada suatu suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan[1]. Hukum harus mengatur supaya suatu bentuk pelanggaran atau kejahatan bisa disentuh oleh hukum.
- Lebih baik mencegah daripada mengobati dan sedia payung sebelum hujan adalah langkah yang harus diwujudnyatakan oleh pemerintah terutama masyarakat selaku pemakai internet. Membuat sistem pengamanan ketika akan memakai internet serta tidak membuka situs yang akan berdampak merusak atas pemakai baik rohani atau jasmani dan perangkat yang dipakai dalam menjelajah dunia maya.
- Awal dari terjadinya kejahatan adalah dari subjek hukum itu sendiri, meski ada kesempatan tetapi jika calon pelaku kejahatan dan korban bisa menjaga agar tidak terjadi kejahatan maupun pelanggaran hukum. Maka tidak akan terjadi hal-hal yang merugikan tersebut. Budaya sadar hukum haruslah ditanamkan sejak dini pada masyarakat. Untuk anak-anak langkah konkretnta adalah melalui permainan anak-anak harus dibiasakan disiplin dan berbuat jujur saat bermain. Tidak ada lagi budaya korup berupa mencontek sejak kecil karena akan menjadi bibit menjadi koruptor nantinya.
Demi memudahkan manusia untuk melakukan kegiatannya sehari-hari
serta untuk memunuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memerlukan tekonologi yang
salah satunya adalah teknologi jaringan komputer. Faktor tersebut yang
mendorong naiknya grafik kebutuhan manusia akan teknologi. Karena
perkembangannya yang tidak terbatas meski sudah melintasi berbagai negara,
teknologi semakin berkembang pesat. Sayangnya hal itu juga terjadi berdampingan
dengan cybercrime. Seakan perkembangan teknologi selalu bergandengan
tangan dengan cybercrime. Melalui teknologi jaringan komputer dapat
diketahui segala perkembangan dunia baik dari segi ekonomi, politik, budaya
maupun berbagai hal lainnya. Celah besar inilah yang dimanfaatkan oleh hacker
untuk melalakukan aksinya.
Setiap orang bisa mengetahui segala sesuatu dan mudahnya
mendapatkan informasi dengan hanya mengakses internet. Pelaku kejahatan juga
demikian terbukti maraknya terjadi kejahatan dunia maya dalam satu hari. Di
setiap penjuru dunia banyak insan yang selalu mengakses internet yang tidak
bisa terlepas dari apa yang dinamakan “online”. Ada yang memakai dengan
berbagai keperluan masing-masing, diantaranya:
- Keperluan akademik (guru, murid, siswa, dosen, mahasiswa, ahli, dan peneliti)
- Praktisi (hakim, jaksa, pengacara, dan profesi lainnya)
- Bisnis
- Hiburan (entertainment)
Mantapnya hubungan antar invidu maupun kelompok atau golongan atas
adanya teknologi dunia maya memang sangat luar biasa. Namun dampak negatif
sangat sulit untuk dihindarkan. Di Indonesia kasus cybercrime di
Indonesia yang sudah pernah terjadi adalah pencurian kartu kredit, hacking
beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, seperti email, dan
memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Untuk itu setiap insan dalam hukum terutama ahli
hukum perlu memikirkan kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil
dan delik materil. Delik formil yang dimaksudkan disini adalah perbuatan
seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil
tujukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain
(berdasarkan makalah Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan
Aspek Penyelidikan dan Tindak Pidana). Delik tersebut seharusnya diwujudkan
dalam bentuk aturan hukum. Disebabkan eksistensi dari cybercrime telah
menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik
kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan
internet.
Selain UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE untuk menindak lanjuti cybercrime
dibutuhkan cyberlaw atau UU yang memiliki keistimewaan untuk mengatur
dunia cyber/internet. Meski memang Indonesia sudah lama baru menerima
masuknya teknologi internet atau jaringan komputer tetapi dengan peraturannya
Indonesia masih tertinggal dengan negara lain. UU ITE lahir tahun 2008 dan
sebelumnya landasan hukum cybercrime di Indonesia menggunakan Pasal 362
KUHP yang ancaman hukuman hanya dapat dikategorikan sebagai kejahatan ringan.
Pidana yang berat memang tidak selalu menjadi jawaban untuk tegaknya keadilan.
Tetapi kejahatan yang dilakukan haruslah sesuai dengan sanksi yang akan
diberikan. Politik hukum mesti berdiri kokoh di atas kepentingan umum atau
rakyat[2]. Padahal dampak dari cybercrime
bisa dikategorikan sebagai extraordinary crime dengan dampak yang
ditimbulkan yang sangat fatal. Negara tetangga Malaysia dan Negeri Paman Sam,
Amerika sudah lama memiliki peraturan mengenai CyberLaw. Singapura mempunyai
The Electronic Act 1998 (UU tentang transaksi secara elektronik), serta
Electronic Communication Privacy Act (ECPA), kemudian AS mempunyai
Communication Assistance For Law Enforcement Act dan Telecommunication Service
1996.
Ketertinggalan inilah salah satu yang menyebabkan cybercrime
di Indonesia berkembang tanpa bisa dikontrol. Sedangkan yang mengakibatkan
ketertinggalan Indonesia dalam menerapkan cyberlaw adalah sikap
pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup membawa pengaruh bagi
perkembangan cyberlaw di Indonesia. Pemerintah memandang sebelah mata
hingga akhirnya memberikan dampak negatif terhadap berlakunya cyberlaw
di Indonesia. Sebelum adanya UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE penegakan hukum
terhadap cybercrime di Indonesia cenderung dipaksakan. KUHP kini
terbukti tidak mampu hidup sesuai dengan perkembangan di masyarakat.
Dulu pada awalnya Indonesia baru mengenal internet, informasi yang
berasal dari internet diaggap remeh. Karena dianggap lebih banyak memberikan
hal-hal yang negatif daripada manfaatnya. Memang fakta tidak bisa ditampik
kalau banyak memakai internet sebagai media pornografi. Sebagai negara
demokrasi Indonesia bisa memakai internet sebagai sarana penegakan seperti yang
sudah dilakukan saat ini. Meski sebenarnya cenderung terlambat tetapi itu lebih
baik daripada tidak sama sekali. Tidak salah memang belajar hal yang baik dari
negara orang lain. Negara-negara seperti Amerika, Singapura, dan Malaysia mampu
memposisikan internet sebagai salah satu pilar demokrasi di negaranya. Bahkan
negara tetangga yang selama ini sering bergesekan dengan Indonesia yaitu
Malaysia memanfaatkan internet sebagai konsep Visi Infrastruktur Teknologi.
Masa vacuum of law terhadap cyberlaw di Indonesia
memberikan ruang yang luas kepada para hacker bertindak semaunya di cyberspace
untuk melakukan cybercrime. Inilah faktor selanjutnya yang menyebabkan
mengapa cybercrime tetap eksis sampai saat ini. Hampir setiap propinsi
di bumi pertiwi ini menyediakan akses dunia maya dari warnet yang dapat
digunakan sebagai fasilitas untuk melakukan tindak kejahatan cybercrime.
Faktor yang mendorong terjadinya hal tersebut adalah tidak tertibnya sistem
administrasi dan penggunaan Internet Protocol/IP Dinamis yang sangat
bervariatif.
Kejahatan sulit dipisahkan dari lima faktor yaitu pelaku
kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan
hukum. Pelaku cybercrime pada umumnya adalah remaja yang sedang tertarik
dengan teknologi dan berusahan menunjukkan kemampuannya atau mengembangkan
kemampuannya.
Dalam menghadapi cybercrime hukum positif di Indonesia
masih bersifat lex locus delicti yang berkaitan mengenai wilayah, barang
bukti, tempat atau fisik kejadian, serta tindakan fisik yang terjadi atas suatu
kejahatan atau pelanggaran hukum. Namun perlu dipahami bahwa situasi dan
kondisi pelanggaran hukum yang terjadi atas cybercrime berbeda dengan
hukum positif tersebut. Salah satu faktanya kejahatan dilakukan di benua
Amerika tetapi akibat kejahatan berada di benua Eropa.
Cyberspace menjadi
ruang kejahatan dunia maya. Kejahatan yang pada awalnya dilakukan dalam ruang
lingkup kecil kini mudah sekali untuk dilakukan melalui dunia maya hingga
ketingkat internasional. Polisi Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu
alat kelengkapan negara dalam menegakkan keadilan kini tidak bisa lagi tinggal
diam. Pemerintah sudah bergerak dengan melahirkan UU No. 11 tahun 2008 tentang
ITE. Polri harus bergerak secara aktif untuk bertindak sebagai penegak keadilan
dan aparat hukum didunia nyata dan juga dunia maya.. Cyberpolice harus
bergerak menjadi polisi yang mampu menangani kasus-kasus di dalam segala
tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya. Beberapa kasus cybercrime
yang pernah ditangani Polri adalah :
- Cyber Smuggling
Laporan pengaduan dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak
penyelundupan via internet yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana
oknum-oknum tersebut telah mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting
gambar-gambar porno di beberapa perusahaan Webhosting yanga ada di Amerika
Serikat.
- Pemalsuan Kartu Kredit
Laporan pengaduan dari warga negara Jepang dan Perancis tentang
tindak pemalsuan kartu kredit yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di
Internet.
- Hacking Situs
Hacking beberapa situs, termasuk situs Polri, yang pelakunya
diidentifikasikan ada di wilayah RI.
Meski memang sudah dilahirkan UU yang mengatur mengenai kejahatan
dunia maya. Namun pada umumnya belum mampu membatasi setiap tingkah laku
masyarakat dalam menggunakan manfaat dunia maya. Cybercrime law mau
tidak mau harus tetap mengikuti langkah kejahatan dunia maya satu langkah
dibelakang. Perubahan-perubahan radikal yang dibawa oleh revolusi teknologi
informasi harus dibatasi dan dihentikan dengan ketentuan hukum yang memadai di
dunia maya. Mengingat teknologi informasi dalam waktu yang singkat dapat
berkembang dengan cepat. Padahal ”etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung
tinggi keilmuan nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar
warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran
untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan
budaya”[3]. Jadi salah jika ilmu pengetahuan mengenai teknologi saat ini
yang dipergunakan untuk melakukan Jadi salah jika ilmu pengetahuan
mengenai teknologi saat ini yang dipergunakan untuk melakukan cybercrime.
Namun tetap saja bertentangan dengan fakta bahwa cybercrime yang justru
banyak dilakukan oleh oleh orang-orang yang berpendidikan.
Teknologi berkembang diseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.
Maka selain menciptakan UU dan memaksimalkan fungsi aparat hukum, sumber daya
manusia (SDM) yang memiliki kemampuan dibidang teknologi informasi. Untuk
menjaga ketahanan dan keamanan dari ancaman cybercrime baik dari
Indonesia sendiri maupun dari luar negeri. Selain itu kesadaran masyarakat
menjadi poin yang sangat penting dalam meminimalisir cybercrime.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan teknologi yang pesat terutama dengan adanya dunia
maya saat ini adalah faktor kuat mengapa cybercrime bisa masuk ke
Indonesia. Kurangnya kesadaran masyarakat membuat kejahatan dunia maya masih
saja tetap saja eksis. Meski sudah dilahirkan UU No, 11 tahun 2008 tentang ITE.
Aparat hukum yang selalu hanya bisa mengikuti perkembangan cybercrime.
Karena pada dasarnya kejahatan atau pelanggaran hukum yang belum diatur sulit
tersentuh hukum sesuai dengan asas legalitas.
Perbaikan hukum atau membuat regulasi baru yang sesuai dengan
masyarakat adalah salah satu jawaban atas maraknya cybercrime di
Indonesia. Namun bagian yang sangat penting adalah kesadaran masyarakat yang
harus ditingkatkan. Sebaik apapun hukum yang diterapkan untuk mengatasi cybercrime.
Namun apabila tidak mampu hidup sesuai dengan keadaan masyarakat dan penerapan
oleh aparat hukum tidak sesuai maka akan sia-sia.
B. Saran
Masyarakat sebagai subjek hukum yang akan menjalankan setiap
ketentuan hukum positif di Indonesia. Tidak seharusnya hanya bisa menuntut
kepada pemerintah dan juga aparat tetapi harus memiliki kesadaran untuk taat
hukum. Masyarakat juga dalam memakai internet dan menikmati fasilitas dunia
maya harus mampu bertindak preventif. Agar tidak menjadi korban dari cybercrime.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Rachman, Maman, dkk. 2008. Filsafat Ilmu. UPT UNNES Press.
Semarang
Soetami, A. Siti. 2007. Pengantar Tata Hukum Indonesia. PT Refika
Aditama. Bandung
Soehino. 2005. Ilmu Negara. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta
Tanya, Bernard L. 2011. Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama.
Genta Publishing. Yogyakarta
Website
http://ronny-hukum.blogspot.com/ http://yogyacarding.tvheaven.com/cyber_crime_tugas_besar_dunia_ti_indonesia.htm
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar